Madge PCR

‘Anxious Attachment’: Saat Kamu Insekyur Takut Ditinggal Pacar

Dihantui rasa ‘insecure’ dan takut ditinggalkan ternyata bukan hal sepele. Kemungkinan penyebabnya kamu memiliki ‘anxious attachment’ yang terbentuk sejak kecil.

Avatar
  • February 11, 2022
  • 6 min read
  • 1201 Views
‘Anxious Attachment’: Saat Kamu Insekyur Takut Ditinggal Pacar

Memasuki bulan keenam relasi romantis, “Juli” mulai merasakan perbedaan sikap dari pacarnya. Ia cenderung menghindar ketika ditanya kehidupan pribadi dan bersikap misterius. Bagi seseorang yang memiliki anxious attachment seperti Juli, ini bukan perkara sederhana untuk diselesaikan.

Jika kamu belum familier, anxious attachment merupakan salah satu gaya kelekatan, ketika seseorang merasa insecure dan cemas dalam menjalin hubungan. Beberapa hal tersebut membentuk perilaku needy atau clingy, dan merasa belum cukup dekat dengan pasangannya.

 

 

Kondisi tersebut membuat Juli dihantui prasangka buruk akan ditinggalkan pacarnya.

“Kalau enggak kontak setiap hari atau pasangan enggak mau cerita detail, aku khawatir,” jelasnya saat dihubungi Magdalene, (11/2).

“Ada perasaan takut diabaikan, enggak dipercaya dan enggak mau berhubungan lagi, atau ada yang ditutupi,” tambahnya.

Sayangnya, keinginan untuk merasa lengkap dalam hubungan itu tidak dapat terpenuhi, pun afeksi yang diberikan terhadap satu sama lain justru tidak seimbang. Apalagi kepribadian pasangannya bertolak belakang dengan harapannya. Ia tidak mengacuhkan attachment styles Juli, yang sudah berusaha mengomunikasikan perasaannya.

Acapkali ketika seseorang dengan anxious attachment mencari pasangan yang tersedia secara emosional, mereka justru bertemu dengan orang yang memiliki avoidant attachment, atau cenderung menghindar dan tidak cakap memenuhi kebutuhan emosionalnya.

Melansir Psychology Today, emosi intens yang dalam diri pemilik anxious attachment justru melengkapi kekosongan dalam pasangan yang menjauh. Namun, lama-kelamaan pihak yang menghindar akan menarik diri dari pasangannya yang terlalu menuntut.

Baca Juga: Cemburu: Kapan Ini Wajar, Kapan Jadi Tak Sehat?

Bagi Juli, itu terbukti terjadi padanya. Berdasarkan pengamatannya, gaya kelekatan sang kekasih adalah avoidant style, karena kurang mampu mengekspresikan perasaan, menjaga hubungan, dan tampak kewalahan dengan perasaannya sendiri.

Perilaku itu semakin menimbulkan kecemasan, walaupun ia mengetahui karakter pasangan yang telah dipacarinya selama dua tahun. Apabila berkaca pada Adult Attachment, Stress, and Romantic Relationships (2017) oleh peneliti asal AS, Jeffry A. Simpsin dan W. Steven Rholes, penyebabnya adalah seseorang yang merasa cemas tidak tahu kapan bisa mengandalkan pasangannya.

Pun tindakan acuh itu membuat seseorang dengan anxious attachment semakin merasa tidak aman, sehingga memilih untuk merawat kecemasan. Hal itu dianggap sebagai coping mechanism yang terfokus pada emosi.

“Aku merasa terganggu karena overthinking, tapi butuh jaminan perasaan dan dia nggak bisa kasih,” katanya. “Pengennya diperhatiin, tapi jatuhnya berasa ngemis minta perhatian,” ucap Juli.

Dipengaruhi Trauma Masa Kecil

Sebagaimana beberapa attachment styles lainnya, anxious attachment juga berkembang di masa kanak-kanak. Misalnya ketika tindakan orang tua berubah-ubah, menunjukkan kasih sayang di suatu waktu, kemudian seketika tidak memberikan perhatian kepada anak.

“Adrianna” adalah salah satu yang mengalaminya. Ia mengatakan, orang tua tidak ekspresif dalam menunjukkan emosi, serta tidak konsisten dan bersyarat dalam memberikan kasih sayang.

“Syaratnya dulu harus ranking satu dan rajin ibadah. Terus juga nunjukkin sayangnya itu love bombing, tapi abis itu silent treatment,” katanya.

Menurut Gail Saltz, profesor psikiatri klinis di NY Presbyterian Hospital Weill-Cornell School of Medicine dikutip dari Insider, hal demikian menyebabkan anak merasa cemas dan khawatir apabila kebutuhannya tidak terpenuhi.

Secara tidak langsung, orang tua yang tidak menunjukkan konsistensi dalam memberikan kasih sayang, meninggalkan anak dengan berbagai spekulasi dalam dirinya. Mereka merasa ada yang salah, atau dirinya tidak cukup baik yang kemudian terbawa pada relasinya sewaktu dewasa. Pun anak merasa kebingungan dan tidak tenang, karena tidak menemukan sosok yang bisa diandalkan.

Baca Juga: Pacar Kamu ‘Needy’? Ini Cara Menghadapinya

Dalam diri Adrianna, trauma itu membuatnya harus membuktikan pada diri sendiri, ia pantas dicintai. Apabila dilihat secara objektif, menurutnya ayah dan ibunya tidak pernah tulus dalam menunjukkan kasih sayang. Alhasil, perempuan 29 tahun itu bertahan pada relasi penuh gaslighting dengan mantan pacar yang akhirnya berselingkuh.

“Misalnya waktu kami tinggal bareng, dia suka nyalahin aku kalau pekerjaannya enggak selesai. Aku pun jadi (ikut) menyalahkan diri sendiri,” ceritanya. Karena sang ayah melakukan hal serupa, ia merasa familier dengan perilaku gaslighting, bahkan menganggapnya sebagai bentuk cinta.

Serupa dengan Adrianna, anxious attachment dalam diri Juli juga dipicu oleh perlakuan kedua orang tua, yang jarang membuatnya merasa aman. Sewaktu duduk di bangku sekolah misalnya, setiap pagi ayahnya menakuti akan terlambat sekolah dan membuatnya disetrap, walaupun masih ada waktu lama.

“Jadi enggak pernah merasa aman dan tenang tiap pagi,” tuturnya.

Selain itu, sang ibu kerap membandingkannya dengan sang adik, dan kurang menunjukkan perhatian kepadanya.

Bagaimana Mengatasinya?

Karena gaya kelekatan tidak dapat diubah, langkah awal yang harus dilakukan adalah memahami penyebab anxious attachment, sebelum menelusuri pengaruhnya terhadap sikap dan cara berpikir dalam relasi romantis.

Ini lantaran seseorang dengan anxious attachment umumnya berupaya mendapatkan kebutuhan emosional dari pasangannya. Namun, sebaiknya kebutuhan itu dipenuhi oleh diri sendiri, dan tidak “melemparkan” tanggung jawab kepada orang lain untuk mengatasinya, sebagaimana dijelaskan oleh psikoterapis Holly Roberts.

“Jika kamu cemas dan selalu mencari kepastian dari pasangan, coba tingkatkan self-esteem pada dirimu,” ujarnya kepada Cosmopolitan. Ia memberikan opsi lain, yaitu apabila selalu ingin berada di dekat pasangan, yakinkan diri sendiri kalau kamu bisa mengatasinya.

Langkah ini telah dipraktikkan Adrianna. Saat berstatus single, ia memiliki kesadaran untuk mengurangi ketergantungannya terhadap orang lain, karena anxious attachment-nya itu sering membuatnya lelah.

“Aku yang sekarang udah enggak se-needy lima tahun lalu,” akunya.

Baca Juga: Arti Posesif dalam Hubungan Asmara,Yuk Kenali Tandanya

Perkembangannya itu juga didukung oleh kehadiran support system, yang membuatnya berproses bersama.

Dalam artikel yang sama, Roberts juga menyebutkan, dalam mencari pasangan kita juga perlu memperhatikan gaya kelekatannya. Katanya, secure attachment adalah pendamping yang tepat untuk anxious attachment. Alasannya, sosok yang secure akan memberikan jaminan dan kebutuhan yang diperlukan si cemas.

Beruntung Adrianna adalah salah satunya. Kini ia memiliki pasangan suportif yang bersedia menemani ketika sedang cemas, dan mengingatkan untuk berkonsultasi ke psikolog jika keadaannya cukup berat.

Terlepas dari pacarnya yang memiliki gaya kelekatan secure attachment, tentunya tindakan suportif itu dapat dilakukan berkat Adrianna yang telah mengomunikasikan sejak masa pendekatan.

“Aku komunikasikan attachment style-ku, so he knew what he was signing up for,” terangnya.

Lebih dari itu, perempuan yang bekerja sebagai karyawan swasta tersebut bersikap terbuka, dan menuturkan bahwa sesekali berkonsultasi ke psikolog untuk mengatasi trauma dan berbagai permasalahannya.

Namun, Roberts menuturkan dalam jangka panjang ada kemungkinan pasangan dengan kedua attachment styles itu menghadapi kesulitan. Penyebabnya adalah sikap needy yang kemungkinan terlalu banyak untuk dikelola.

Karena itu, kunci utamanya tetap terletak pada diri sendiri. Bagaimana kita bisa mengendalikan anxious attachment tersebut dengan mengontrol perasaan insecure, mengomunikasikannya terhadap pasangan, dan meminta bantuan profesional jika dibutuhkan.


Avatar
About Author

Aurelia Gracia

Aurelia Gracia adalah seorang reporter yang mudah terlibat dalam parasocial relationship dan suka menghabiskan waktu dengan berjalan kaki di beberapa titik di ibu kota.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *