Issues

Badai ‘Overheat’ di AS dan Eropa Cetak Rekor, Perburuk Hiper-inflasi

AS, Inggris, dan Eropa daratan tengah berjuang melawan serangan panas tertinggi sepanjang sejarah. Situasi ini perburuk inflasi.

Avatar
  • August 3, 2022
  • 5 min read
  • 508 Views
Badai ‘Overheat’ di AS dan Eropa Cetak Rekor, Perburuk Hiper-inflasi

Ratusan juta orang berjuang melawan serangan panas di penjuru Amerika Serikat (AS) dan Eropa daratan, yang kini tengah didera suhu tertinggi sepanjang sejarah mereka. Di Inggris, suhu menyentuh 40 derajat Celsius  pada 19 Juli 2022, angka yang tak pernah tercatat sebelumnya.

Serangan panas ini tentunya menyiksa masyarakat. Namun, di luar itu, fenomena ini juga membawa dampak luas bagi perekonomian.

 

 

Sebagai ekonom yang mempelajari pengaruh cuaca dan perubahan iklim, saya mengkaji banyak literatur yang menghubungkan antara panas dengan perekonomian. Berikut adalah empat dampak dari panas ekstrem terhadap ekonomi.

1. Pertumbuhan Ekonomi Terpukul

Penelitian menemukan bahwa panas ekstrem dapat secara langsung melukai pertumbuhan ekonomi.

Contohnya, sebuah studi pada 2018 menunjukkan bahwa negara-negara bagian di AS cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan pada musim panas ketika suhu meningkat relatif lebih tinggi dari biasanya. Data tersebut memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahunan menurun 0,15 hingga 0,25 basis poin tiap kali negara bagian mengalami kenaikan suhu sebesar 0,56 derajat Celsius dari temperatur normal musim panas.

Baca juga: Ekofeminisme: Perempuan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

Pekerja di industri yang terekspos perubahan cuaca, misalnya dalam sektor konstruksi, bekerja lebih singkat ketika cuaca bertambah panas.

Namun, suhu musim panas yang lebih tinggi dari biasanya juga mengurangi pertumbuhan di industri lain yang pekerjanya lebih sering bekerja dalam ruangan, seperti retail, jasa, dan keuangan. Karyawan cenderung tidak produktif ketika udara di luar tengah panas-panasnya.

2. Hasil Panen Anjlok

Pertanian jelas terpapar pada kondisi cuaca. Bagaimana pun juga, tanaman pertanian tumbuh di luar ruangan.

Walaupun suhu yang berkisar di 29-32 derajat Celsius bagus untuk menunjang pertumbuhan tanaman, hasil panen merosot tajam ketika temperatur meningkat di atas angka ini. Beberapa jenis tanaman yang terdampak oleh panas ekstrem melingkupi jagung, kedelai, dan kapas. Penurunan panen tanaman-tanaman ini dapat memukul pertanian AS.

Baca juga: Negara Kaya Ogah Danai Krisis Iklim Negara Berkembang: Dampak Buat Indonesia?

Sebagai contoh, penelitian yang baru-baru ini saya lakukan menemukan bahwa peningkatan suhu global 2 derajat Celsius dalam pemanasan global dapat mengeliminasi keuntungan dari rata-rata hektar lahan pertanian di bagian timur AS.

Salah satu contoh yang paling terkenal adalah gagal panen gandum di Rusia akibat serangan panas pada 2010, yang membuat harga tanaman pangan tersebut melonjak di seluruh dunia.

3. Penggunaan energi meroket

Tentu saja, ketika udara panas, penggunaan energi pun meningkat. Sebab, orang-orang dan tempat usaha menyalakan pendingin ruangan (AC) dan alat penyejuk lainnya dengan kekuatan penuh untuk mengusir panas.

Sebuah penelitian di tahun 2011 menemukan bahwa dalam sehari saja ketika temperatur melebihi 32 derajat Celsius, penggunaan energi rumah tangga tahunan meningkat hingga 0,4 persen. Riset yang lebih baru menunjukkan bahwa pemakaian energi meningkat di daerah yang cenderung lebih panas. Kemungkinan karena lebih banyak rumah yang memasang AC.

Meningkatnya penggunaan listrik saat cuaca panas seperti seperti ini akan menekan jaringan listrik di saat masyarakat sangat membutuhkannya.

Baca juga: ‘Kiamat’ Energi Fosil di Depan Mata, Energi Terbarukan adalah Kunci

Ini terjadi di California dan Texas pada beberapa serangan panas sebelumnya. Padamnya listrik cukup berpotensi merugikan perekonomian karena bisa merusak persediaan makanan dan bahan-bahan lainnya, dan para pemilik usaha harus menyalakan generator atau menutup sementara usaha mereka. Gangguan listrik di California pada 2019, misalnya, diperkirakan menelan biaya sekitar US$10 miliar (Rp150 triliun).

4. Pendidikan dan Pendapatan Terkena Dampak

Dampak jangka panjang dari cuaca yang terus memanas juga berimbas pada kemampuan anak untuk belajar dan, sebagai akibatnya, pendapatan mereka di masa depan.

Riset menunjukkan bahwa cuaca panas selama masa sekolah mengurangi nilai siswa. Nilai matematika terus turun saat temperatur melampaui 21 derajat Celsius. Sedangkan, nilai membaca lebih tahan terhadap dampak temperatur tinggi, yang menurut riset ini sesuai dengan bagaimana bagian-bagian otak bereaksi terhadap panas.

Sebuah studi juga menemukan bahwa persentase pelajaran yang ditangkap siswa-siswa di sekolah yang tidak menggunakan AC lebih rendah 1 persen untuk setiap kenaikan 0,56 derajat Celsius dari temperatur rata-rata pada masa sekolah. Selain itu, studi ini menemukan bahwa minoritas siswa terkena dampak yang lebih besar, karena kemungkinan sekolah mereka tidak menggunakan pendingin ruangan.

Dampak dari berkurangnya pelajaran yang ditangkap siswa adalah penghasilan seumur hidup yang lebih rendah. Ini berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Dampak dari cuaca panas yang ekstrem terhadap pembangunan bahkan dimulai sejak sebelum seseorang dilahirkan. Penelitian menemukan bahwa orang dewasa yang pada saat masih janin terkena panas ekstrem memiliki pendapatan yang lebih rendah selama hidupnya. Setiap satu hari yang rata-rata suhunya di atas 30 derajat Celcius dapat mengurangi penghasilan hingga 0.1 persen di 30 tahun kemudian.

AC Bisa Membantu Hingga Titik Tertentu

AC bisa mengurangi beberapa dampak di atas.

Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa AC mengurangi fatalitas akibat serangan panas, memastikan siswa tidak dirugikan selama proses belajar dan menjaga perkembangan janin tidak terganggu panas ekstrem.

Namun demikian, tidak semua keluarga memiliki pendingin ruangan, terutama di negara bagian seperti Oregon dan negara seperti Inggris yang memiliki temperatur yang cenderung sedang, meskipun baru-baru ini pun turut mengalami temperatur ekstrem.

Selain itu, banyak keluarga tidak mampu untuk membeli dan menggunakan AC. Survei tahun 2017 menunjukkan bahwa sekitar setengah dari jumlah rumah di area pasifik barat laut AS tidak memiliki AC. Sekitar 42 persen ruangan kelas di AS tidak memiliki pendingin ruangan.

Serangan panas diperkirakan akan mendorong lebih banyak keluarga untuk memasang sistem pendingin ruangan, namun hal ini bukanlah solusi pasti. Pada 2100, penggunaan AC yang semakin tinggi bisa meningkatkan konsumsi energi rumah tangga hingga 83 persen secara global. Jika energi tersebut bersumber dari bahan bakar fosil yang berkontribusi besar pada pemanasan global, hal ini justru akan memperburuk serangan panas.

Di bagian selatan AS pun, di mana hampir semua tempat menggunakan AC, musim panas dengan temperatur yang lebih tinggi dari biasanya tetap berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi negara-negara bagian di kawasan tersebut.

Dengan kata lain, saat temperatur meningkat, perekonomian akan terus tersungkur.

Tulisan ini adalah terjemahan dari artikel versi terbaru yang sebelumnya terbit pada 2 Agustus 2021.

Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation, sumber berita dan analisis yang independen dari akademisi dan komunitas peneliti yang disalurkan langsung pada masyarakat.

Opini yang dinyatakan di artikel tidak mewakili pandangan Magdalene.co dan adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis.


Avatar
About Author

Derek Lemoine