Screen Raves

‘Hospital Playlist’ Meredefinisi Komitmen Lewat Konflik yang Humanis

Drama Korea ‘Hospital Playlist’ mengisahkan persahabatan antara teman dan pasangan secara ringan dan humanis.

Avatar
  • June 29, 2020
  • 5 min read
  • 532 Views
‘Hospital Playlist’ Meredefinisi Komitmen Lewat Konflik yang Humanis

Di mata sebagian orang, drama Korea identik dengan kisah percintaan romantis yang sering bikin cringe, atau mengharu-biru sehingga bikin penontonnya menangis seember. Saya termasuk ke dalam golongan skeptis itu sebelum akhirnya menemukan drama-drama apik yang enggak bikin muntah virtual. Salah satunya adalah Hospital Playlist (2020).

Hadir di tengah gelombang pandemi COVID-19, drama ini bak angin segar yang mewarnai hari-hari saya yang suram karena sudah di rumah saja selama tiga bulan. Daya pikat utama dari Hospital Playlist adalah penceritaan berbagai sisi dari emosi manusia yang digali tanpa terlalu melodramatis. Film ini mengajarkan kita bahwa dinamika hubungan antar manusia, baik itu teman, pasangan, hingga orang tak dikenal, pada dasarnya berpondasi pada satu hal, yaitu komitmen.

 

 

Drama ini menyoroti persahabatan lima dokter spesialis—empat laki-laki dan satu perempuan—yang telah bersahabat selama lebih dari 20 tahun lamanya. Di tengah tuntutan pekerjaan yang tanpa kenal waktu, Lee Ik-jun, Chae Song-hwa, Kim Jun-wan, Yang Seok-hyeong, dan Ahn Jeong-won selalu memberi ruang bagi persahabatan mereka. Kelimanya selalu menyempatkan untuk bertemu dan membantu ketika salah satu dari mereka ditimpa masalah.

Banyak hal sebetulnya yang bisa membuat Ik-jun dkk meninggalkan satu sama lain. Terlebih lagi ketika kelimanya masih menempuh pendidikan dokter yang menghabiskan waktu tidak sebentar. Masing-masing dari mereka juga memiliki kompartemen spesialisasi yang berbeda. Meski demikian, walaupun tidak selalu full team, kelimanya tidak pernah absen menyisakan waktu untuk satu sama lain di waktu senggang, seperti istirahat makan siang, jeda waktu sebelum kembali melakukan operasi atau bertemu pasien, atau jam makan malam.

Baca juga: Drama Korea ‘Sweet Munchies’ Seharusnya Bisa Ngehits, Sayangnya…

Menyenangkan dan membuat hati hangat melihat persahabatan mereka yang terjalin timbal balik. Ketika satu orang ada yang sedang punya masalah, yang heboh mencari solusi bukan cuma dia, tapi lima-limanya. Kalau yang punya masalah ini enggak cepat-cepat bertindak, empat lainnya siap “menampar” dia agar cepat bergerak, tanpa lupa menyoroti fakta bahwa setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk menunjukkan kasih sayangnya pada orang lain.

Dinamika pasangan yang tidak tipikal

Hal lain yang juga mencuri perhatian dari drama ini adalah  perhatian saya dari drama ini adalah penggambaran pasangan-pasangan di dalamnya. Cerita tidak berhenti pada waktu jadian atau menikah lalu semua jadi baik-baik saja. Tapi juga menyoroti bagaimana tiap-tiap individu tumbuh dan menjalani berbagai proses pendewasaan, baik bagi dirinya sendiri mau pun pasangannya, seiring hubungan itu berjalan.

Ada beberapa pasangan di dalam Hospital Playlist. Tapi yang paling menarik perhatian saya adalah pasangan Lee Ik-sun, yaitu adik tokoh utama Ik-jun, dan Kim Jun-wan, yang merupakan salah satu sahabat karib Ik-jun.

Karakterisasi dan dinamika hubungan keduanya mendobrak stereotip maskulinitas dan feminitas. Ik-sun adalah perempuan tentara berpangkat mayor, sementara Jun-wan adalah dokter spesialis bedah torakoplastik. Meski pangkalan militer tempat Ik-sun bekerja ada di pinggiran kota dan ia harus tinggal berjauhan dengan Jun-wan, keduanya bisa menjalani hubungan yang sehat tanpa Ik-sun perlu mengurangi ambisi dan kompetensinya sebagai tentara. Jun-wan juga santai dan tidak merasa kurang “macho” dibandingkan Ik-sun.

Hubungan Ik-sun dan Jun-wan tidak sempurna tentu saja, tapi mereka menunjukkan bahwa aspek persahabatan di dalam hubungan adalah hal yang penting. Dalam hubungan yang sehat, kedua belah pihak memiliki kesempatan dan keleluasaan yang sama untuk berkembang.

Baca juga: Melirik 3 Karakter Ayah Tunggal dalam ‘Itaewon Class’

Ketika Ik-sun berniat ingin melanjutkan program doktoral di luar negeri, tanpa ragu Jun-wan mendukungnya, bahkan meyakinkan Ik-sun yang sempat kecil hati karena merasa kesempatannya untuk diterima sangat kecil. Jun-wan bahkan selalu menyanjung profesi kekasihnya itu, misalnya dengan tanpa malu mengakui bahwa kemampuannya dalam bela diri sangat buruk (“setara dengan bocah lima tahun”) ketika Ik-sun justru sudah meraih tingkat tertinggi dalam salah satu jenis bela diri.

Saat Jun-wan sempat tak sengaja melupakan tanggal keberangkatan Ik-sun ke luar negeri untuk melanjutkan studinya, Ik-sun tidak mempermasalahkan hal itu. Ia memberikan ruang dan pengertian bagi Jun-wan yang kala itu tengah dirundung panik, sedih, dan kesal karena hampir gagal mengoperasi salah satu pasiennya.

Ada satu adegan khusus yang membuat saya semakin mengagumi pasangan ini. Ik-sun menegaskan bahwa ia tidak memiliki niat untuk menikah dan dengan penuh pengertian Jun-wan mengatakan, “What I want is not getting married. It’s to be with you for a long time. Of course I want to marry you. But if you don’t want it, we won’t. I’m already so happy with you.” Saya mengagumi cara Jun-wan memandang dan menghargai kekasihnya sebagai manusia, bukan sebagai alat pemuas ego maupun kebutuhannya. Saya juga mengagumi keberanian dan kemampuan Ik-sun untuk berkata jujur tanpa menyerang dan menjatuhkan pasangannya, yang sesungguhnya memiliki niat untuk menikah dan berkeluarga.

Hospital Playlist mengajarkan kita bahwa komitmen yang diiringi dengan empati akan menjadikan kita manusia yang berguna bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Komitmen untuk menjalani hubungan yang sehat telah membuat Ik-sun dan Jun-wan mengedepankan kompromi di atas ego masing-masing. Komitmen untuk menjaga persahabatan telah membuat lima sekawan ini selalu mengingat dan menghargai satu sama lain di tengah berbagai kesibukan.

Baca juga: Drama Korea ‘When the Camellia Blooms’ Tampilkan Ragam Identitas Perempuan

Komitmen terhadap profesi sebagai dokter jugalah yang membuat kelimanya selalu berusaha menjadi dokter yang bukan hanya cerdas dan terampil, tapi juga yang memanusiakan para pasiennya. Kita tidak bisa melupakan betapa gelisahnya Ik-jun, Seong-hwa, Jeong-won, Jun-wan, maupun Seok-hyeong ketika pasiennya sedang ada di masa kritis sehingga membuat mereka tetap datang ke rumah sakit di hari libur. Atau Jeong-won yang secara diam-diam mengalokasikan hampir seluruh gaji bulanannya untuk membantu para pasien yang tidak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit.  

Dua belas episode Hospital Playlist memberikan banyak pelajaran hidup, padahal konflik yang disuguhkan tergolong ringan dan kisah-kisah humanisnya tak jarang kita alami sendiri dalam kehidupan keseharian. Kalau pun ada pertumpahan darah, itu akibat kelihaian tangan para dokter di meja operasi. Jikapun mengundang air mata, itu karena hati nurani kita sebagai manusia tersentil setelah menyaksikan berbagai kisahnya.

Selma adalah reporter magang di Magdalene. Suka berdebat, bertanya, dan belok ke kiri. Juga suka kamu. Kenapa konsep tentang normalitas harus ada, padahal tidak ada satu pun nilai yang absolut di dunia ini? Kalau tahu jawabannya, jangan sungkan kabari Selma di Instagram @selma.kirana.


Avatar
About Author

Selma Kirana Haryadi

Selma adalah penyuka waktu sendiri yang masih berharap konsepsi tentang normalitas sebagai hasil kedangkalan pemikiran manusia akan hilang dari muka bumi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *