Korean Wave

Kawinkan Bahasa Isyarat dan Koreografi, Cara Idola K-Pop Jadi Inklusif

Upaya grup idola K-pop menggabungkan bahasa isyarat dan koreografi dilakukan agar musik tidak jadi seni yang eksklusif.

Avatar
  • July 23, 2021
  • 6 min read
  • 300 Views
Kawinkan Bahasa Isyarat dan Koreografi, Cara Idola K-Pop Jadi Inklusif

Nama BTS, boyband asal Korea Selatan, kembali marak dibicarakan setelah mencampurkan bahasa isyarat internasional dengan koreografi dalam lagu terbarunya Permission to Dance. 

Dalam video musiknya, tampak ketujuh anggota grup idola itu menggerakkan tangan dari atas ke bawah seolah-olah sedang menggaruk badan dengan jempol diangkat untuk mengisyaratkan kata enjoy atau menikmati. Kemudian ia mengisyaratkan kata menari dengan dua jari tangan kanan bergoyang kiri-kanan di atas tangan kiri, dan membuat huruf V dengan kedua tangan sebagai simbol damai. 

 

 

BTS pun banjir pujian dari penggemarnya ARMY karena berupaya jadi lebih inklusif. Apresiasi serupa juga disampaikan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus lewat akun media sosialnya. Ia menyampaikan rasa terima kasih pada BTS yang menggunakan bahasa isyarat dalam videonya, terlebih lagi karena 1,5 miliar orang di dunia mengalami gangguan pendengaran dan bahasa isyarat membantu mereka mendengarkan musik. 

RM, ketua BTS mengatakan dalam sesi siaran aplikasi V Live, mereka ingin menggunakan bahasa isyarat karena belum pernah melakukan hal tersebut. Big Hit Music, agensi hiburan yang menaungi BTS, juga memberi respons. Agar pesan kebahagiaan dalam video tersebut bisa disampaikan dengan baik, mereka (BTS dan timnya) harus memilih kata kunci dan mendiskusikannya dengan penerjemah bahasa isyarat dan komunitas tuli. 

Baca juga: BTS dan ARMY: Bongkar Hegemoni Industri Musik Hingga Stereotip ‘Fangirl’ Obsesif

Kim Dong-ho, penerjemah bahasa isyarat dari Korea Selatan mengatakan, upaya yang dilakukan BTS menjadi jembatan untuk musik, sebuah budaya yang dinilai sangat jauh bagi komunitas tuli karena membutuhkan cara lain agar liriknya dapat dipahami. 

“Kita bisa merasakan ketulusan dengan cara mereka membagikan musiknya untuk teman tuli di seluruh dunia dengan bahasa isyarat internasional. Saya berterima kasih atas usaha mereka kepada kelompok yang jarang diperhatikan,” ujarnya dikutip dari media asal Korea Selatan, Hankyoreh.  

Musik Bahasa yang Universal

BTS bukan idola K-pop pertama yang menggabungkan bahasa isyarat dengan koreografi lagu. Pada 2017, grup idola BTOB melakukannya dengan bahasa isyarat Korea Selatan untuk lagu “Missing You”. Penampilan mereka di acara musik M!Countdown itu menjadi topik pembicaraan hangat dan diberi apresiasi yang besar dari masyarakat Korea dan penggemarnya. 

Dikutip dari Koreaboo, di tahun yang sama pada 11 November, untuk memperingati hari Disabilitas Korea Selatan, BTOB bersama seorang penggemar teman tuli menampilkan Missing You secara akustik untuk meningkatkan kesadaran tentang hari tersebut. 

Baca juga: ‘Aku Perempuan Unik’ Saat Perempuan Difabel Wujudkan Kesetaraan Lewat Seni

Selain BTOB, grup idola MAMAMOO dengan “Starry Night” (2018) mengisyaratkan malam berbintang dengan tangan yang disilang lalu dibuka tutup melambangkan kemilau. Grup idola perempuan Twice dengan “Fancy” (2019) juga menjadikan bahasa isyarat  ILY (I Love You) sebagai inti dari koreografinya. 

Idola K-pop juga bukan musisi pertama yang menggunakan bahasa isyarat dalam penampilan musik mereka. Di konser dari musisi ternama, seperti Cher, Lady Gaga, Kendrick Lamar, dan band metal Lamb of Gods juga menggunakan jasa penerjemah bahasa isyarat. Selain itu, musisi Indonesia Yura Yunita dengan lagunya “Merakit” dan Ifan Oshi untuk “Rasakan Dunia” yang mengintegrasikan bahasa isyarat sebagai bagian dalam karyanya untuk menjadi lebih inklusif.

BTOB/ Sumber: Hellokpop.com

 

Penelitian Understanding Signed Music oleh Jody H. Cripps dari Towson University dan Ely Lyonblum dari University of Toronto menyatakan, musik adalah pengalaman universal manusia dan teman tuli tidak bisa terus-menerus dikeluarkan dari narasi tersebut. Narasi yang mengatakan teman tuli terhambat dalam ‘berbahasa’ mampu meniadakan diskursus tentang signed music, istilah untuk musik yang diterjemahkan dengan bahasa isyarat. 

“Kemampuan berbicara diajarkan sebagai norma, maka orang yang kesulitan mendengar sudah harus menerima konsekuensinya. Skenario seperti ini menonjolkan teman tuli selalu dikeluarkan dalam diskursus musik,” tulisnya. 

Amber Galloway Gallego, penerjemah bahasa isyarat untuk musik dari AS, dalam pidatonya untuk Ted Talk, How Sign Language Can Bring Music to Life juga memiliki pendapat yang serupa. Musik adalah milik semua manusia dan tidak untuk mendiskriminasi orang. Faktanya, banyak musisi yang teman tuli atau memiliki gangguan pendengaran yang menghasilkan karya hebat. Ludwig van Beethoven, misalnya, pemain piano dan komposer tersohor dunia mulai kehilangan pendengaran di usia akhir 20-an dan menjadi tuli di usia 44. Namun, hal itu tidak menghentikannya membuat musik.

Ada juga Ayumi Hamasaki, musisi pop dari Jepang yang telinga kirinya menjadi tuli pada 2008 karena penyakit meniere. Evelyn Glennie, pemain perkusi asal Skotlandia yang menjadi tuli saat berusia 12 tahun, dan Mandy Harvey jebolan America’s Got Talent tahun 2017 yang memiliki penyakit genetik Sindrom Ehlers-Danlos yang membuatnya kehilangan pendengaran. 

Anggapan musik hanya dinikmati kelompok berprivilese dengan indera yang masih berjalan baik adalah tidak benar. Seni musik tidak pernah eksklusif karena ia bisa dilakukan siapa saja, ‘berbicara’ melalui berbagai medium dan bisa dinikmati dengan cara yang beragam. 

Baca juga: Pandemi Perparah Akses Informasi bagi Komunitas Tuli

Bahasa Isyarat Selalu Bagian dari Musik

Gallego dalam wawancaranya bersama Vox mengatakan, menginterpretasikan musik tidak hanya soal lirik, tetapi bagaimana menyampaikan pengalaman musik dan pesannya lewat gerak dan ekspresi wajah. Selain itu, dalam menerjemahkan liriknya juga harus dibuat selugas mungkin agar pesan dari lagu tersebut bisa disampaikan dengan baik, terutama untuk musik hip-hop yang banyak menggunakan perumpamaan. 

Komunitas tuli juga bisa ‘mendengarkan’ musik melalui getaran suara dilengkapi dengan bahasa isyarat yang membawa karya seni yang didengarkan menjadi sebuah karya visual yang menarik perhatian.

Gallego juga menggarisbawahi pentingnya penerjemah yang bisa memahami dan menunjukkan sisi emosional dari lagu dan cara penyanyi membawakannya karena bahasa isyarat tidak sekadar menerjemahkan kata, tapi pengalamannya. 

“Alasan memilih musik (dan menerjemahkannya) untuk menjadi bagian dari pengalaman itu dan melupakan hal yang lain. Sayangnya, komunitas tuli seringkali tidak mendapatkan pengalaman itu karena orang yang bisa mendengar memilih untuk berkata tidak (untuk akses interpretasi),” ujarnya. 

Namun, menginterpretasikan musik ke bahasa isyarat juga tidak bisa dilakukan sembarangan, terlebih lagi untuk menjadikannya estetik atau hiasan untuk penampilan. 

Kritik seperti ini atau mengapropriasi bahasa isyarat disampaikan oleh Huffpost yang mengkritik penampilan musisi Sia saat tampil menggunakan pantomim sebagai medium interpretasi bahasa isyarat pada penampilannya di Saturday Night Live pada 2015. Gerakan yang diinginkan menjadi positif itu malah melanggengkan stereotip usang tentang komunitas teman tuli.   

Selain itu, protes juga dilemparkan pada anggota The Beatles, Paul McCartney. Alih-alih menggunakan penerjemah bahasa isyarat, ia memilih untuk menampilkan aktor Johnny Depp dan Natalie Portman sebagai penerjemah bahasa isyarat untuk lagunya “My Valentine” yang menyampaikan terjemahan salah atas lagu itu. Bukannya menjadi inklusif, musisi malah menghiraukan ‘suara-suara’ orang di komunitas tersebut dan gerakan yang tujuannya positif menjadi kurang baik. 

Sama seperti gerakan sosial positif lainnya, agar merangkul semua orang harus melibatkan, mendengarkan dan memberikan panggung untuk mereka yang sungguh paham dan terjun dalam bidang tersebut. Selain itu, teman tuli juga aktor yang aktif dalam dalam dunia musik, peran mereka seharusnya tidak diabaikan.


Avatar
About Author

Tabayyun Pasinringi

Tabayyun Pasinringi adalah penggemar fanfiction dan bermimpi mengadopsi 16 kucing dan merajut baju hangat untuk mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *